Selasa, 10 Desember 2013

Tegar Bersama Kenyataan

Ilustrasi by: google.com

Hembusan angin yang kencang mengibaskan rambut panjang Shelly dengan indah. Yaa, Shelly memang mempunyai rambut yang lurus terurai lembut sampai pinggang. Shelly tak pernah berani memotong rambutnya tanpa restu dari ibunya.
Saat ini ia duduk di bangku kuliah semester 1, Maba yang cantik dan ramah tentu saja menjadi incaran senior-senior pria di kampus tersebut. Penampilan yang sederhanalah yang membuat ia menarik di hadapan orang-orang. Wajah tanpa make-up dan pakaian yang seadanya, tak mengurangi daya tarik yang di miliki Shelly.
“Shell, pulang bareng yuk?” kata salah satu senior angkatan 2010 terhadap Shelly.
Ia tak pernah mengingat nama-nama senior tersebut, tetapi entah darimana mereka mendapatkan identitas Shelly, bahkan ada yang nekad mengirim pesan singkat hanya untuk mendapatkan perhatian lebih dari ‘sang putri’ tersebut.
Tak jarang yang hanya menanyakan sedang apa? Sudah makan belum? Jangan lupa makan ya! Namun Shelly menanggapinya dengan singkat tanpa perlu menanyakan siapa yang mengirimkan pesan tersebut. Karena tanpa ia bertanya pun, keesokkan harinya akan ada senior atau teman satu angkatan yang bilang “Shell, save nomer gue ya. Semalem yang ngucapin selamat malam itu nomer gue.”
            Shelly menggeleng-gelengkan kepalanya. “Engga kak. Aku mau pulang bareng teman-teman aja.” Ucap Shelly sambil memberikan senyum dan lesut pipit di wajahnya.
Senior itu tak mau memaksa. Mendapatkan senyuman dari Shelly saja sudah membuat hari ini menjadikan salah satu hari membahagiakan untuknya.
Banyaknya perhatian yang didapatkan oleh Shelly, membuat salah satu temannya menjadi iri dan sinis dengan Shelly.
“Ini bukan keinginanku. Aku tak pernah menyuruh mereka seperti itu. Aku pun jarang sekali membalas perhatian-perhatian mereka yang berlebihan. Karena menurutku, mereka melakukan seperti itu bukan karena benar menyukaiku dengan hatinya, tetapi mereka hanya kagum dengan apa yang mereka lihat, kagum dengan kecantikan yang tidak hakiki ini. Tuhan hanya memberiku sedikit kelebihan ini untuk menutupi banyaknya kekurangan yang aku miliki.” Ucap Shelly ketika di labrak kakak kelas perempuan saat masih kelas 10 SMA. Kakak kelas tersebut pun pergi tanpa berbicara sepatah katapun.
Shelly merupakan anak pertama dari 5 bersaudara, 2 adik laki-laki dan 2-nya lagi perempuan. Beban yang cukup berat karena dirinya berjenis kelamin perempuan. Yang pada hakikatnya, seorang perempuan itu manja dan tentu saja banyak bicara. Shelly tidak demikian, ia harus memperlihatkan kekuatannya kepada adik-adiknya. Tidak pernah mengeluh dan berputus asa dalam segala ujian yang diberikan Tuhan.
Sedih yang cukup mendalam di rasakan Shelly ketika ayahnya meninggal dunia. Saat itu Shelly duduk di kelas 11 SMA. Dua adiknya yang masih balita tak mengerti bahwa ayahnya telah tiada untuk selama-lamanya. Hanya terkadang adik Shelly yang berusia 5 tahun menanyakan keberadaan ayahnya,
“Mbak, ayah kemana? Ayah bilang mau memperbaiki mobil-mobilanku yang rusak ini.”
“Mbak, ayah kok lama sekali pulang kerjanya? Aku  mau minta di beliin permen sama ayah.”
“Mbak, samperin ayah yuk? Aku kangen di gendong ayah.”
Pertanyaan-pertanyaan itulah yang sering mendarat dengan lancar ke telinga Shelly. Kakak wanita yang sering berpura-pura tegar di depan adik-adiknya. Karena memang yang lebih banyak waktu bersama dengan ke-5 adiknya itu adalah Shelly, sedangkan Ibu Shelly memutuskan mencari pekerja untuk mencukupi keperluan sehari-hari keluarga mereka.
Sebagai seorang anak tertua di keluarga tersebut, Shelly sering merasa tak enak hati jikalau menyusahkan ibu ataupun terkadang meminta uang untuk tugas-tugas kelompok yang sering diberikan sekolah. Shelly berusaha supaya ia tak meminta lagi dengan ibunya, ia sadar keperluan adik-adiknya masih sangat banyak. Maka dari itu, semenjak di tinggal Ayah, Shelly berjualan kue di sekolah. Bukan dia yang membuat kue tersebut, tetapi ia hanya bertugas menjual dagangan dari toko. Keuntungan yang di dapat cukup lumanyan, setidaknya, ia tak harus meminta keperluan sekolah oleh ibu. Masuk kuliah pun, itu atas dasar kecerdasannya. Ia mendapat beasiswa full S1 Fakultas Ekonomi.
Berjualan kue berlanjut ketika Shelly mulai rutin masuk kuliah. Tak perlu banyak waktu untuk bisa menghabiskan 2 kotak kue yang Shelly bawa dari toko dekat rumah.
“Alhamdulillah. Kue yang aku jual habis lagi hari ini.” ucap Shelly sambil merapikan kotak kuenya untuk di buang.
Shelly teringat dengan ke-5 adiknya yang pasti sudah menunggunya di rumah. Shelly pulang terlalu sore hari ini. Ia berjalan agak cepat untuk bisa mendapatkan angkot dan sampai ke rumah. Di perjalanan, ada Andry, teman satu kelas yang menawarkan tebengannya untuk Shelly. Kali ini ia menerimanya, karena memang ia sudah cemas apakah adik-adiknya sudah makan tadi siang.
“Aku anter sampai rumah Shelly ya?”
“Hmm, iya Ndry. Terimakasih banyak ya.”
“Iya sama-sama. ehh Shell, aku boleh nanya sesuatu ga?”
“Boleh. Nanya apa Ndry?”
“Cwo-cwo di kampus kita dari yang tampangnya ganteng sampai yang jelek itu naksir kamu Shell. Tapi kenapa engga ada satu pun yang jadi pacar kamu? Apa engga ada kriteria cwo idaman kamu disini?”
“Bukan engga ada cwo idaman atau engga ada yang cocok Ndry. Tapi buat kehidupan aku sekarang, hal seperti itu belum terpikirkan di benak aku. Masih sangat banyak kepentingan-kepentingan lain yang harus aku dahuluan dan aku utamakan. Takutnya, nanti kalau aku pacaran, malah makin ribet dan makin nyusahin orang tua. Lebih baik aku bahagiakan dulu mama dan adik-adik aku, baru aku memikirkan hal yang seperti itu.” Jawab Shelly panjang lebar.
“Adik kamu berapa Shell?” tanya Andry penasaran.
“Lima. Hehe” ucap Shelly sambil tertawa kecil.
“Wah banyak ya. Bener juga apa yang kamu bilang. Lakukan yang terbaik buat dirimu dan keluargamu dulu. Semangat ya Shell.”
“Pasti.” Ujar Shelly.
Selalu diberi support dari sahabat barunya. Kini Shelly makin semangat untuk menggapai cita-citanya.
Impian Shelly sederhana namun sangat banyak manfaatnya, yaitu ingin supaya adik-adiknya juga bisa kuliah seperti dirinya dan mampu menjadi sarjana yang berguna bagi Agama dan Negaranya.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar